Change Background of This Blog!
Pasang Seperti Ini

widgetsd

translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jumat, 10 Agustus 2012

TUHAN, BOLEHKAH AKU DILAHIRKAN KEMBALI ? Alicia Korelina. Aku adalah gadis cantik dengan mata hijau sebagai penyempurna kecantikanku. Aku dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Karena keluarga jualah aku menjadi seorang yang berprestasi dari bangku dasar. Singkatnya aku adalah gadis yang beruntung karna aku memiliki semua kesempurnaan itu. Kehidupan itu tak berjalan selamanya. Kehancuran itu berawal dari pertengkaran hebat antara mama dan papa di suatu malam. “Dasar. Istri tak tau diuntung. Aku seperti karna kau dan Alice. Dan sekarang kau tuduh aku berselingkuh? Dimana otakmu?” “Lalu siapa perempuan itu? Apa itu yang tidak berselingkuh?” PLAK.Papa melakukannya tepat di depan mata kepalaku. Tangan itu yang biasanya melindungiku dan mama, kini malah menampar wajah mama. Aku hanya menangis. Berusaha berteriak, namun suara ini tertahan untuk keluar. Berbulan-bulan aku hidup berdampingan dengan kejadian gila ini. Dan selama itu pula aku selalu berharap agar kejadian gila itu segera berakhir. Doaku terkabul.Kejadian itu berakhir dengan persidangan cerai di meja hijau. Aku benci ini. Bahkan sangat membencinya. Hilang sudah keluarga yang selalu aku banggakan selama ini. Hari-hariku berjalan dengan kesunyian. Pagi yang biasanya hangat dengan gurauan mama dan papa, kini terasa hambar ketika yang ku temui seorang ibu yang sibuk dengan laptopnya tanpa mempedulikan kehadiran anaknya. Setiap pagi selalu sarapan dan berangkat seorang diri. Terkadang ketika aku berpapasan dengan mereka yang diantar oleh ayah ataupun ibunya, tak tertahan rasanya membendung air mata ini. Sungguh aku sangat merindukan kehidupan seperti mereka. Tugas hari ini adalah mengarang. “Ciptakan sebuah karangan yang menceritakan indahnya kehidupan keluarga kalian!”itu kalimat terakhir yang ku tangkap dari Bu Reno. Semua murid langsung hanyut dalam kegiatannya. Tapi tidak denganku. Bagaimana mungkin aku akan menuliskan keluargaku yang telah hancur. Dan kali ini aku harus benar-benar mengarang.Menuliskan bahwa aku hidup di tengah keluarga yang harmonis dan saling menyayangi. Nurani ku berontak membaca kata-kata yang penuh kebohongan itu. Ku buang kertas itu dan kali ini aku tak ingin lagi mengarang. Dengan cepat ku tulis ‘BERBULAN-BULAN AKU HIDUP DI TENGAH KELUARGA YANG PENUH KEKACAUAN.DAN KINI AKU MERINDUKAN KELUARGAKU WALAU AKU MEMBENCINYA.’ “Belum saatnya aku menjadi seorang pengarang,”desisku pelan dan menyerahkan karangan singkat itu kepada Bu Reno. Tanpa ku sadari, Lucas membaca tulisanku. Dengan nada prihatin, ia menanyaiku dengan berbagai pertanyaan. Dengan rasa malu bercampur takut, ku jawab pertanyaannya satu persatu.Tanpa ku sadari aku telah menuturkan semua kisah pahitku kepada pemuda Kristen itu. “Tenang Alice. Aku tak akan menceritakan kepada orang lain. Aku hanya ingin membantumu. Pakailah ini untuk menenangkan dirimu!” tuturnya sambil meletakan sebuah bungkusan berisi serbuk-serbuk putih ke dalam genggamanku. ***** Malamnya, ku pandangi bungkusan kecil itu.Dengan rasa penasaran, ku buka bungkusan itu perlahan. Seketika muncul bau yang mencuat ke seluruh penjuru kamar. Ku hirup bau itu dalam-dalam. Lagi dan lagi. Benar yang Lucas katakan.Aku merasakan ketenangan karenanya. Dan sejak saat itu, narkotika menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Setiap malam aku dan Lucas tak pernah absen menghirup benda haram itu.Dari sanalah kedekatanku dengan Lucas berawal.Dan dari kedekatan itu timbul sebuah perasaan untuknya. Sore itu Lucas mengajakku ke sebuah gereja. Gereja yang cukup besar dan mewah menurutku. Tepat di depan sebuah patung besar, Lucas menyatakan perasaan yang sama kepadaku. Sungguh, ini kali pertamanya aku mendengar kalimat itu setelah kehancuran keluargaku. Namun kalimatnya yang terakhir membuat darah ini berhenti mengalir.Aku tau maksud pembicaraannya.Tapi,mungkinkah aku melakukannya? “Kita memang memiliki rasa yang sama.Tapi kita tak mungkin memiliki hubungan layaknya remaja lain. Aku yakin kau mengerti. Kita tidak dalam satu keyakinan.Kecuali kalau kau….”Lucas tak melanjutkan kalimatnya dan membiarkanku berpikir. Ah. Ini benar-benar gila. Tapi tak ada salahnya aku terima. Toh selama ini aku tak lagi diperhatikan kedua orangtuaku. Jadi tak salah kalau aku memulai kebahagiaanku yang baru dengan Lucas. “Kalau itu yang kau inginkan, kenapa tidak.Tak masalah bagiku menukar agama seperti yang kau inginkan,”jawabku mantap. “Dan mulai saat ini, kau buka lagi Alicia Korelina. Tapi kau adalah Alicia Kristiani yang jauh kebih kuat dari Alicia Korelina,”jawabnya sambil tersenyum licik. Malam itu Lucas tak datang ke rumahku. Aku tau dia pasti sangat sibuk dengan bandnya. Sadar Lucas tak akan datang, segera ku cari sabu-sabu yang kusimpan minggu lalu. Sial. Aku lupa barang dibawa Lucas bersama rekannya. Ku alihkan pandangan ke meja biru yang dulu selalu membantuku mengerjakan berbagai tugas. Aku menangkap sesuatu disana. Sebotol lem. Tanpa buang waktu, ku buka tutupnya dan kuhirup dalam-dalam. Selang beberapa waktu zat itu sudah raib dari tempatnya. Sayangnya, aku masih ingin menghirupnya. Dengan gerakan lambat, ku ambil cutter di tas sekolahku. Ku toreskan cutter berkarat itu ke pergelangan kiriku. Darah merah dan segar mengalir sambil menebarkan aroma lem yang ku hirup tadi. Ku hirup kembali aroma yang ada di darahku. Berkali-kali aku melakukan hal yang sama. Dan pada toresan yang ke delapan belas, sesuatu di luar kendaliku terjadi. Cutter itu memutuskan nadi pergelangan kiriku. Darah bersih dan segar mengalir dengan sangat deras tanpa bisa ku hentikan. Bayangan hitam berkelebat di kepalaku. Akankan ajal itu kan datang padaku malam ini? Tidak.Tidak boleh sekarang. Aku masih ingin bertemu dengan mama dan papa walau aku membenci mereka. Bayangan papa berkelebat di benakku. Orang yang selalu mengajarkan aku dan mama untuk shalat tepat waktu. Bahkan ia tak segan-segan mencubit pipiku kalau aku melanggar perintahnya. Dan kini aku tak lagi menjalankan aturannya. Apa yang akan ia lakukan jika tau anaknya tak lagi seorang muslimah? Tak ada lagi tenaga yang tersissa. Namun aku masih sempat memikirkan seorang mama dalam benakku. Dia sangat berharap agar kelak aku menjadi seorang dokter sepertinya. Tapi bagaimana kalau dia tau aku seorang pecandu narkoba? Dan mengorbankan waktu belajarku untuk bermain-main dengan benda haram itu? Cacian macam apa yang akan keluar dari mulutnya jika ia tau aku seperti ini? Mataku mulai berkunang. Darah segar dari pergelanganku terus mengalir dengan deras. Kali ini aku ingin mengirim sebuah permohonan kecil kepada tuhan sebelum mulutku benar-benar terkunci untuk menuturkan permohonan ini. Dengan napas yang tak lagi teratur ku lepaskan permohonan kecil yang sangat menyesakkan itu. “Tuhan, bolehkah aku dilahirkan kembali?”

CERITA RAKYAT "BIDADARI SURGA"

BIDADARI SURGA Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut : "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka" Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga." Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur. Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ." "Assalamu’alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah. Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..." Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama". Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1772557-bidadari-surga/#ixzz233IKPaz7

NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA

HAFALAN SHALAT DELISA Keluarga Abi Usman memang bahagia. Apalagi yang kurang, empat anak yang salehah. Fatimah, Zahra, Aisyah dan Delisa. Kehidupan yang berkecukupan, baik bertetangga, dan hidup bersahaja. Mereka tinggal di kompleks perumahan sederhana yang ada di Lok Nga. Rumah mereka paling cuma berjarak 400 m dari pantai. Kompleks itu seperti perumahan di seluruh kota Lok Nga, religius dan bersahabat. Ummi bekerja menjahit. membordir, menerima pesanan dari tetangga. Abi bekerja di tanker perusahaan minyak. Jarang pulang. Tiga bulan sekali kapalnya baru merapat di pelabuhan Arun. Terus pulang ke Lok Nga, tinggal 2 minggu di sana, lalu berlayar lagi. Tapi bukan berarti abi tidak perhatian. Menelpon rumah adalah kegiatan rutinnya. Ummi, Fatimah, Zahra, Aisyah dan Delisa selalu menunggu saat-saat yang indah itu. Delisa si bungsu paling menarik perhatian. Umurnya 6 tahun, baru kelas satu SD. Cantik, lincah dan banyak bertanya. Meskipun sering bandel, Delisa memiliki pola pikir yang berbeda dengan anak seumuran. Membuat orang dewasa di sekitarnya terkadang mendesah heran, "Kok bisa ?" Delisa suka mengamati dan meniru-niru orang dewasa . Mengingat detail dengan baik. Dan pandai sekali menghubung-hubungkan sesuatu. Cara berpikir Delisa amat lateral. Ia berpikir dengan cara yang berbeda. Dan saat ini Delisa punya tugas yang harus dillakukannya dengan sungguh-sungguh, yaitu menghapal bacaan shalat. Ibu Guru Nur akan mengadakan ujian praktek shalat untuk anak kelas satu . "In-na sha-la-ti wa-nu-su-ki, wa-ma..., wa-ma..., wa-ma..."Delisa kesulitan melanjutkan hapalan shalatnya. Matanya terpejam. Tangannya menjawil-jawil rambut keritingnya. "Wa-ma..., wa-ma..., wa-ma..." "Waaa...ma-cet nih ye !" Aisyah yang sedang main gundu dengan Zahra menyahut begitu saja. Dan Delisapun langsung mengadukan Aisyah ke kak Fatimah yang paling dewasa di antara mereka bersaudara. Kak Zahra yang paling pendiam, cuma tersenyum kecil. Begitulah keempat bersaudara ini, saling bercanda, saling membantu. Delisa paling dekat dengan Aisyah, sebab Aisyah rame dan suka menggodanya. Suatu pagi, Ummi mengajak Delisa ko Toko Koh Acan di pasar. Ummi Salamah membeli kalung. Kalung itu untuk Delisa, Hadiah jika nanti Delisa telah menghapal dengan baik. Kalung yang dibeli Ummi berbandul huruf D. "D" untuk Delisa. Tahu kalung itu untuk hadiah hapalan sholat, Koh Ahcan yang baik hati itu, hanya menjualnya dengan separuh harga. Bagaimana perasaan Delisa...Wow ! "Ummi, biar Delisa saja yang pegang kalungnya," Delisa menarik-narik baju Ummi di pasar. Ia merajuk agar bisa memegang kalung itu. Tapi Ummi menggeleng. "Kalau begitu Ummi nggak percaya sama Delisa," Delisa menyeringai. "Bukan sayang. Kan kita sudah janji , kamu nggak akan pegang kalungnya sebelum hapal seluruh bacaan shalat. Sebelum lulus dari ujian Bu Guru Nur !" Ummi berkata tegas. Dan ternyata kalung itu sakti sekali. Delisa yang biasanya susah dibanguninnya waktu sholat Shubuh, esoknya Delisa bangun tepat saat muadzin di meunasah baru membaca Allahu Akbar, pertama kali. Delisa bangun langsung ingat kalungnya. Bangun, terus ke kamar mandi dan sholat berjamaah. Ini sebuah cerita sehari-hari. Setiap hari akan selalu ada anak muslim yang tertatih -tatih belajar menghapal bacaan sholat. Mereka berjuang ! Ada yang beruntung karena orang tua mereka peduli dengan memberikan banyak dorongan serta bantuan. Ada yang kurang beruntung, karena orang tua mereka abai atau terlalu larut dalam kesibukan. Menghapal bacaan shalat adalah sebuah momen penting bagi setiap anak muslim. Ada orang tua yang sadar benar akan hal ini, sayangnya banyak juga yang tidak. Delisa beruntung. Ummi, Abi, dan ketiga kakaknya banyak membantu, agar Delisa bisa segera menghapal dengan baik. 26 Desember 2004 (semua tahu hari bersejarah apa itu) adalah hari di mana Delisa dan teman-temannya akan melakukan ujian praktek shalat di sekolah. Ibu Guru Nur sengaja memilih hari Ahad. Supaya orang tua bisa mengantar dan menyaksikan momen penting ini. Ibu-ibu berdatangan bersama anak-anak mereka. Ummi juga mengantar Delisa. Delisa tidak tahu digenggaman tangan Ummi, ada kalung emas berbandul "D". Kalung itu nanti akan diberikan Ummi pada Delisa. Nanti setelah putrinya itu menyelesaikan tugasnya. Delisa juga tidak tahu, di rumah kak Aisyah dan Zahra telah menyiapkan kejutan untuknya.Menghapal bacaan shalat sungguh momen penting bagi keluarga Abu Usman. Tiba saat Delisa. Delisa pelan membaca Taawudz. Sedikit gemetar membaca Bismillah. Allahu Akbar, Delisa bertakbir. 130 km dari Lhok Nga persis ketika Delisa usai bertakbiattul ihram, Persis ucapan itu hilang dari mulut Delisa , Persis di tengah lautan luas yang beriak tenang. Persis di sana LAUT RETAK SEKETIKA. Dasar bumi terban seketika. Merekah panjang ratusan kilometer. Menggentarkan melihatnya. Bumi menggeliat, Tarian kematian mencuat. Mengirim pertanda kelam menakutkan. Gelas tempat bunga segar di meja Bu Nur jatuh, pecah. satu beling menggores lengan Delisa. Delisa mengaduh. Tapi Delisa bergeming, tetap khusyu dalam shalatnya. Ummi dan ibu-ibu berteriak diluar. Anak-anak berebut keluar dari daun pintu kelas. Situasi panik. "Gempa ! Gempa! orang -orang berteriak di luar sana. Ibu Guru Nur demi melihat Delisa tetap tak bergerak membaca hapalan shalatnya, ikut tak bergerak di atas meja. Gempa reda, setelah itu. Semua ibu, termasuk Ummi lega , terlebih saat melihat Delisa baik-baik saja dan terus khusyu' dengan shalatnya di dampingi ibu guru Nur. Tak ada yang tahu jika setelah itu bencana besar yang sesungguhnya akan datang. Tsunami merenggut semua yang dikasihi Delisa. Ummi, kak Fatimah, Kak Aisyah , Kak Zahra. Tiur temannya,ibu guru Nur....Delisa selamat meski harus kehilangan sebelah kakinya. Delisa kini hanya punya abi dan Allah. Allah di akhir cerita ini memberikan anugrah luar biasa pada si manis Delisa, Saat Delisa sedang bermain di sungai.... Sumber: http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2257259-hafalan-shalat-delisa/#ixzz233HRCitS